BREAKING NEWS

Kebutuhan Air Bersih Dapat Dipenuhi dengan Kolaborasi dan Pendanaan Tepat

  

Jakarta - Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur Dasar Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Rachmat Kaimuddin, menegaskan bahwa tantangan penyediaan air bersih bagi seluruh masyarakat Indonesia bukanlah tantangan yang mustahil untuk diwujudkan.

Saat ini, ketersediaan air bersih di Indonesia masih belum merata — baik dari sisi waktu, wilayah, jumlah, maupun mutu. Untuk mengatasi hal ini, diperlukan pembangunan infrastruktur yang memadai, mulai dari penampungan air baku, instalasi pengolahan, jaringan transmisi, hingga distribusi kepada masyarakat.

Menurut PBB, manusia berhak mendapatkan air yang aman sekitar 50–100 liter air per orang per hari agar masyarakat dapat hidup sehat dan bebas dari penyakit. Ia menjelaskan bahwa berdasarkan perhitungannya, biaya penyediaan air bersih masih berada pada tingkat yang wajar.

“Rata-rata perusahaan air lokal memerlukan biaya produksi sekitar lima sampai enam rupiah per liter, sementara biaya dari teknologi desalinasi terkini sudah menyentuh sekitar delapan rupiah per liter. Jika dihitung secara nasional, untuk lebih dari 280 juta penduduk Indonesia, kebutuhan pendanaannya bukan angka yang mustahil dicapai,” ungkap Deputi Rachmat dalam sesi panel bertajuk “Securing Water for All: Advancing Water Security and Clean Water Access” pada Indonesia Sustainability Forum (ISF) 2025 pada Jumat (10/10/2025) di Jakarta International Convention Center (JICC).

Menurut Deputi Rachmat, sektor swasta memiliki peran penting dalam mendukung ketersediaan air bersih melalui investasi pembangunan instalasi pengolahan air. Namun demikian, perlu ada pihak yang berperan sebagai counterparty atau mitra penyerap hasil produksi tersebut.

“Jika kita mendorong sektor swasta membangun instalasi pengolahan air, maka harus ada lembaga atau entitas yang mampu menerima, mengelola, dan mendistribusikan air tersebut dengan baik,” jelas Deputi Rachmat.

Deputi Rachmat juga menyoroti potensi ekonomi dari sektor air bersih. Ia menyebut, berdasarkan data, industri air kemasan di Indonesia mencatat pendapatan lebih dari USD3 miliar pada tahun sebelumnya. Ia menekankan pentingnya tata kelola air yang adil dan transparan agar distribusi air dapat dilakukan secara merata.

“Artinya, masyarakat bersedia membayar untuk air bersih, sehingga ada potensi pasar yang nyata. Kita harus memastikan tata kelola yang adil, transparan, dan akuntabel agar air tidak menjadi komoditas yang hanya dinikmati segelintir pihak.” Ini adalah tantangan tata kelola yang perlu kita atur sejak awal,” tambah Deputi Rachmat.

Menutup pernyataannya, Deputi Rachmat menyampaikan optimisme bahwa tantangan air bersih di Indonesia dapat diatasi dengan kerja sama dan langkah konkret dari berbagai pihak.

“Masalahnya bukan tidak bisa diselesaikan. Kita hanya perlu bergerak bersama untuk memastikan akses air bersih bagi semua,” pungkas Deputi Rachmat.

 


 


ADVERTISEMENT